Kamis, 12 Maret 2015

Cerpen "Pengorbanan Untuk Kebahagiaan Orang Tua"



Cerpen ini bercerita tentang seorang adik yang rela mengorbankan hatinya untuk menyelamatkan hidup kakaknya demi kebahagiaan orang tuanya. Tentunya itu hanya menurutnya, bahwa orang tuanya akan bahagia. Karena tak ada orang tua yang tidak menyayangi anaknya. Tak ada orang tua yang bisa memilih diantara salah satu anaknya.

PENGORBANAN UNTUK KEBAHAGIAAN
ORANG TUA
Karya : Linggar Riski
Aku tidak pernah meminta untuk diperlakukan istimewa sejak aku kecil. Aku juga tidak pernah meminta untuk dilahirkan di keluarga terpandang. Mungkin, anak seumurku di luar sana, ada yang iri dengan semua kenikmatan yang diberikan padaku. Aku memang hidup secara berkecukupan, semua barang yang aku ingin kan dapat dengan mudah diberikan oleh orang tuaku namun tidak dengan ‘kebahagiaan’. Aku anak ke tiga dari tiga bersaudara. Kakak pertamaku bernama Donny. Dan kakak keduaku bernama Shilla. Namaku sendiri Nayla. 

Saat aku duduk santai di balkon kamarku sore ini. Handphoneku berdering ternyata telpon dari Mama,
“Nay kakak kamu sudah makan belum?” suara Mama dari seberang telpon.
“Nggak tau ma” jawabku
“Tanyain ke kakak kamu atau ke mbak dulu, Nay. Kakak kamu nggak boleh telat makan”
“Iya, Ma”
Kemudian aku menuju kamar kakak tanpa mematikan telpon dari Mama. Aku mengetuk pintu kamarnya.
“Masuk” jawab kakak dari dalam kamarnya.
“Udah makan kak?” tanyaku.
“Udah” jawabnya ketus sambil memainkan handphonnya tanpa menoleh padaku.

Aku keluar dari kamar kakak.
“Kak Shilla udah makan kok, Ma”
“Iya tadi udah dengar, ya udah telponnya mama tutup dulu Nay soalnya lagi sibuk ini”
“Iya Ma, Wassalamualaikum”
“Waalaikumsalam”
Mama sayang banget sama Kak Shilla, jadi meskipun sibuk mama tetep sempetin tanyain kabar Kakakku. Aku nggak iri dengan kasih sayang yang diberikan orang tuaku pada Kak Shilla. Sejak kecil Kak Shilla sakit-sakitan gitu lah jadi Papa sama Mama kasih perhatian lebih ke Kak Shilla. Buat aku ngerasain kasih sayang dari kakak pertamaku dan sahabat-sahabatku saja sudah lebih dari cukup. Papa Mama pasti juga sayang sama aku, aku percaya itu.

***

Jam menunjukkan pukul 06.15 dan aku sudah bersiap akan berangkat ke sekolah. Aku biasanya berangkat sekolah menggunakan sepeda, lebih seru bisa nikmati indahnya pemandangan di pagi hari. Perjalanan rumahku ke sekolah hanya ditempuh sekitar 15 menit menggunakan sepeda itupun aku sembari menikmati pemandangan pegunungan yang indah.

Setelah sampai di sekolah aku memarkir sepedaku lalu menuju ke kelas. Tiba di kelas aku langsung duduk di tempatku biasanya duduk. Untuk mengusir kebosanan aku mengeluarkan novel dari dalam tasku dan membacanya.
“Udah dateng, Nay” suara Rayhan mengagetkanku.
“Dateng-dateng bukannya ngucapin salam malah ngagetin aja sih kamu”
“Sorry sorry, aku kaget soalnya tadi aku pikir penampakan kuntilanak, Nay”
“Nyebelin kamu, Ray” aku melanjutkan membaca novel lagi.
Rayhan sahabatku sejak kecil, dia selalu ada saat aku sedih maupun senang.
“Ada manusia, Nay di sini. Ajak ngobrol atau kamu curhat gitu”
“Yee siapa bilang kamu hantu. Nggak ada yang mau aku obrolin Ray, curhat juga tentang apa coba”
“Ya apa gitu”
“Nggak ada”
“Kak Shilla apa kabar, Nay?”
  Aku menoleh pada Rayhan.
“Kenapa, Nay? Aku kan Cuma nanya kabar kakak kamu aja.
“Nggak papa, dia baik-baik aja”
“Kamu udah sarapan, Nay?”
“Hem” tanpa menoleh pada Rayhan
“Hem? Hem nya itu udah apa belum?”
“Belum”
“Nay, kamu nanti bisa sakit. Trus ntar kalau mag kamu kambuh gimana coba”
“Hem”
“Kalau ada masalah cerita, Nay. Jangan kamu pendem sendiri.”
Aku tak merucap apapun.
“Berasa ngobrol sama pohon aku, Nay”
Rayhan pergi ke tempat duduknya.
“Hai...sepi amat sih ini kelas. Kelas apa kuburan sih?!”  Suara Elisya yang memecah kesunyian.
“Nay, lagi ngapain sih?”  tanya Elisya padaku sembari duduk disampingku dan meletakkan tasnya di atas meja.
Elisya juga sahabatku sejak kecil. Sekaligus teman satu bangkuku.
“Nge-cat tembok, Sya. Udah tau lagi baca novel juga”
“Iya juga sih ya”
Rayhan tersenyum dan mengahampiri kami.
“Nah gitu dong bicara, Nay. Kamu ada masalah, Nay? Cerita dong, kita kan sahabat kamu.”
“Iyap, dan selalu ada buat kamu, Nay” Elisya merangkulku.
Teet..Teet..Teet
Bel tanda mulainya pelajaran pun berbunyi.

***
Setelah akhir pelajaran hari ini aku bergegas pulang ke rumah. Ditengah perjalanan handphoneku berbunyi , ternyata telpon dari orang rumah. Pasti ada hal penting yang disampaikan orang rumah.
“Assalamualaikum, Non”
“Waalaikumsalam, Mbak. Ada apa kok tumben telpon Nayla”
“Non Shilla..Non Shilla tiba-tiba pingsan Non”

“Iya Mbak aku segera pulang. Suruh Pak Supir siapin kendaraannya ya   Mbak”
“Iya Non, Wassalamualaikum”
“Waalaikumsalam”
Sesegera mungkin aku menggoes sepedaku dengan kencang. Tak ada 10 menit aku sudah berada di rumah. Waktu aku baru datang Kak Shilla baru saja di letakkan dalam mobil. Lalu aku segera masuk mobil setelah meletakkan sepedaku di garasi. Wajah Kak Shilla terlihat pucat. Dalam perjalanan ke rumah sakit aku hubungi Mama.
“Assalamualaikum, Ma”
“Waalaikumsalam. Mama ini masih sibuk nanti saja ya telponnya”
“Bentar Ma jangan tutup telponnya dulu. Kak Shilla ini perjalanan ke rumah sakit. Kata Mbak Inah tadi tiba-tiba kakak pingsan”
“Kok bisa kakak kamu pingsan, dijaga yang bener Nay. Kakak kamu itu butuh perhatian lebih”
“Maaf Ma, tapi tadi aku masih sekolah. Jadi aku nggak bisa ngontrol kondisi kakak”
“Ya udah Mama langsung balik. Jagain kakak kamu baik-baik, Nay”
“Iya Ma, Wassalamualaikum”
“Waalaikumsalam”

***

Kak Shilla sekarang berada di ruang ICU. Setelah kurang lebih satu jaman Mama datang dan bersamaan dengan keluarnya dokter dari ruangan ICU.
“Bagaimana kondisi anak saya, Dok?” Tanya Mamaku saat mengetahui dokter keluar dari ruangan.
“Penyakit galactosemianya kambuh dan itu menyebabkan kondisinya melemah”

Penyakit Galactosemia adalah suatu penyakit keturunan dimana tubuh tidak dapat mentoleransi gula-gula tertentu di dalam susu. Dan penyakit ini yang diidap oleh kakakku sejak kecil. Penyakit itu juga telah merenggut nyawa Kakekku pada usia 30 tahun.
“Apa kondisinya sangat parah, Dok?”
“Bisa ke ruangan saya sebentar, Bu”
“Tentu, Dok”
Setelah 15 menit di dalam ruangan dokter, akhirnya Mama keluar. Entah apa yang dibicarakan oleh dokter pada Mama sehingga membuatnya berjalan sempoyongan dan menangis. Aku langsung menghampiri Mama dan membantunya untuk duduk di tempat tunggu depan kamar kakak.
“Kakak baik-baik saja kan Ma? Dokter bicara apa tadi?”
Mama hanya diam. Mungkin dia masih syok dengan apa yang dikatakan oleh dokter di ruangannya tadi. Aku membiarkan Mama lebih tenang dahulu dan memberinya air mineral yang aku bawa untuk bekal sekolah tadi yang belum aku minum sedikitpun. Setelah lumayan menunggu akhirnya Mama tenang juga.
“Nay...kakak kamu (Mama berhenti berbicara dan menarik napas) kakak kamu membutuhkan donor hati. Karena penyakit galactosemianya sudah sangat parah. Jika kakak kamu tidak mendapatkan donor hati secepatnya maka penyakit galactosemianya akan menyebar ke seluruh tubuh dan mengakibatkan kerusakan yang serius pada hati dan organ-organ lainnya di tubuh kakak kamu”
Aku tak bisa berkata apapun. Mama menghubungi ayah dan Kak Donny. Dan aku memutuskan untuk menenangkan diri di musholla rumah sakit. Agar aku lebih tenang aku mengambil air wudhu dan menjalankan shalat ashar. Setelah shalat aku berdoa untuk kesembuhan Kak Shilla. Setelah menjalankan ibadah keadaanku jauh lebih tenang. Aku menghampiri Mama di ruang tunggu tadi. Ternyata papa dan Kak Donny sudah datang. Aku mengatakan pada mereka semua
“Pa, Ma, Kak aku bersedia untuk donorin hati aku buat Kak Shilla”
“Jangan bercanda kamu Nay” Kata Kak Donny.
“Aku serius kak. Aku tau Papa Mama sayang sama aku tapi Papa dan Mama lebih sayang Kak Shillakan ?. Selama ini aku belum pernah bahagiain Mama, Papa aku yakin dengan aku mendonorkan hati aku untuk Kak Shilla itu akan buat kalian bahagia”
“Kamu salah, Nay. Papa dan Mama juga sayang pada kamu. Gak ada orang tua yang tidak menyayangi anaknya.”
“Aku juga tau Pa. ijinin Nayla buat bahagiain Papa dan Mama untuk terakhir kalinya demi Kak Shilla juga”
“Apa kamu sudah memikirkannya nak?” tanya Mama padaku.
“Iya Ma” Mama langsung memelukku.
Hari ini juga aku jalani operasi untuk pendonoran hati. Aku tak sanggup jika harus berpamitan dengan sahabat-sahabatku. Aku juga berharap dengan aku mendonorkan hatiku untuk Kak Shilla akan buat Mama, dan Papa bahagia.